Metode Pemahaman Kontekstual Terhadap Hadits Nabi SAW
Habib
Syahrul Amin
Mahasiswa
Komunikasi dan Penyiaran Islam INSURI Ponorogo
Habibsyahrul512@gmail.com
Abstrak
Metode
adalah cara yang tertib berdasarkan pemikiran yang matang untuk mencapai tujuan.
Cara kerja yang tertib dan sistematis agar dapat melaksanakan suatu kegiatan
dengan mudah guna mencapai tujuan yang ditentukan. Metodologi juga berasal dari
kata 'method' yang artinya metode atau teknik, yang juga diartikan sebagai cara
tertib digunakan untuk melaksanakan pekerjaan guna mencapai tujuan. Cara
memahami hadits adalah cara seseorang memahami atau menafsirkan hadits Nabi. Interpretasi
kontekstual adalah metode pemahaman hadits yang dilatarbelakangi oleh munculnya
hadits (asbab al wurud) yang berkaitan dengan masa kini. Sedangkan
intertekstual atau intertekstual interpretasi adalah metode pemahaman hadits
dengan pengamatan sistematis terhadap hadits atau hadits lain yang relevan atau
ayat-ayat Al-Qur’an yang terkait. Dengan batasan atau aturan yang telah
ditetapkan.
Kata
kunci : Metode, Pemahaman, Kontekstual Hadist Nabi SAW.
Pendahuluan
Hadits
merupakan pedoman kedua setelah Al-Qur’an bagi agama Islam. Hadits dikaji,
diteliti dan dipahami setelah wafatnya
Rasulullah. Karena Problem berkaitan dengan pemahaman Hadis, muncul setelah wafatnya
Nabi. Demikian ini, disebabkan para sahabat dan generasi berikutnya tidak bisa
lagi bertanya langsung kepada Nabi. Sehingga mereka berusaha mencari solusi
sendiri ketika terjadi kesulitan dalam memahami sabda sabda Nabi.
Dari
timbulnya permasalahan yang harus diselesaikan salah satunya dengan sumber
Islam yaitu hadits karena hadist merupakan penjelas bagi hukum Al-Qur’an yang sifatnya umum Kondisi
yang demikian memberikan tantangan bagi umat Islam saat ini. Sehingga sejumlah
pakar dari kalangan modernis berusaha menghidupkan kembali ruh hadis atau
sunnah melalui pendekatan-pendekatan mutakhir yang lazim disebut aliran
“kontekstual” sebagai pelengkap dan pengimbang dari pemahaman tekstual. Maka dibawah ini akan dibahas metode
pemahaman kontekstual hadits nabi.
Pengertian
Metode Pemahaman Hadits
Metode
adalah cara yang teratur berdasarkan pemikiran yang matang untuk mencapai
maksud. Cara kerja yang teratur dan bersistem untuk dapat melaksanakan suatu
kegiatan dengan mudah guna mencapai maksud yang ditentukan.[1] Dan
pemahaman berasal dari kata “paham” yang berarti pengertian, pendapat atau
pikiran, aliran atau haluan pandangan, mengerti benar atau tahu benar, pandai
dan mengerti benar (tentang suatu hal). Sementara pemahaman adalah proses, cara
perbuatan memahami atau memahamkan.[2]
Dari
pemaparan diatas penulis menarik kesimpulan bahwa metode pemahaman hadits
adalah cara atau teknik teratur dalam proses memahami hadits baik dengan metode
kontekstual yang kita bahas pada artikel ini.
Kontekstual
diambil dari kata “konteks” yang yang berarti suatu uraian atau kalimat yang
mendukung atau menambah kejelasan makna, atau situasi yang ada hubungannya
dengan suatu kejadian atau lingkungan sekelilingnya. Dalam bahasa Arab
digunakan istilah, alâqah, qarînah, dan siyâq al-kalâm.[3]
Kontekstual dalam hal itu adalah suatu penjelasan terhadap hadis-hadis baik
dalam bentuk perkataan, perbuatan maupun ketetapan atau segala yang disandarkan
pada Nabi berdasarkan situasi dan kondisi ketika hadis itu ada.
Pemahaman
Pendekatan Hadist Kontekstual
Menurut
Edi Safri hadis kontekstual adalah memahami hadis-hadis Rasulullah dengan memperhatikan
dan mengkaji keterkaitannya dengan peristiwa atau situasi yang melatar-belakangi
munculnya.[4]
Dengan demikian, asbâb al-wurûd dalam kajian kontekstual merupakan
bagian yang paling penting.
Dengan
kata lain pemahaman kontekstual adalah pemahaman yang berusaha mencari makna
dibalik sebuah teks atau berusaha menyingkap rahasia-rahasia dibalik teks
dengan melalui beberapa pendekatan, baik pendekatan sosiologi, psikologi,
sejarah dan lain-lain dari cabang ilmu pengetahuan yang ada.
Maka
penulis menyimpulkan bahwa pemahaman kontekstual merupakan pendekatan dan
pemahaman yang melihat dari latarbelakang sosial, psikologi, kondisi goegrafis serta kedudukan Nabi ketika hadis itu
ditampilkan. Sebagai akibatnya, terjadi perubahan pemahaman yaitu: Pertama,
arti hadis tersebut ditawaqqufkan (diabaikan), karena ia hanya bersifat
temporal. Kedua, memberikan interpretasi yang berbeda dengan makna lahir
teksnya.[5]
Pendekatan
kontekstual, menurut Kamaruddin Hidayat, seorang penafsir memposisikan sebuah
teks ke dalam sebuah jaringan wacana, hal itu diibaratkan sebuah gunung es,
teks adalah fenomena kecil dari puncak gunung yang tampak di permukaan. Oleh
karena itu tanpa mengetahui latar belakang sosial budaya dari mana dan dalam
situasi apa sebuah teks muncul, maka sulit menangkap makna pesan dari sebuah
teks.[6]
Secara
lebih kongkrit, Hamim Ilyas memaparkan faktor-faktor kontekstual hadis atau
sunnah sebagai berikut:
1. Jumlah
umat muslim yang semakin pesat dan penyebarannya di berbagai wilayah geografis
dan geo-politik yang berbeda beda, berikut permasalahan yang mereka hadapi bisa
menjadi spektrum kontekstual hadis atau sunnah yang lebih luas.
2. Banyaknya
jamaah haji dewasa ini, telah menuntut pemerintah Arab, dalam hal ini
bertanggungjawab untuk melakukan kontekstual hadis atau sunnah terutama yang
berkaitan dengan mabit di Mina dan sa’i, selain itu juga masalah mahram,
mengingat antara jamaah haji laki-laki dan perempuan susah untuk tidak
bercampur. Dan masalah miqat karena kebanyakan para jamaah haji berangkat
menggunakan pesawat.
3. Geografis
bagi muslim yang berada di kutub selatan maupun utara juga menjadi problem.
Perbedaan siang dan malam akibat pengaruh posisi matahari menuntut
kontekstualisasi hadis mengenai shalat, masuk bulan puasa, dan sahurnya.
4. Kenyataan
bahwa umat muslim tidak lagi sentralistik pada daulah islamiyah, maka
konsekuensinya mereka harus mengikuti aturan main setiap negara di mana mereka
berada. Apalagi kalau jumlah umat muslim minoritas. Akibatnya konsepsi hadis
sunnah harus dikontekstualisasikan sesuai adat budaya setempat. Terutama di
negara-negara yang menganut sekularisme ekstrim. Sehingga perlu
kontekstualisasi hadis atau sunnah, misalnya yang berkaitan dengan aurat dan
kurban.[7]
5. Faktor
utama terbukanya kran kontekstual hadis atau sunnah di abad ini adalah serbuan
“modernisme” dari barat yang menjadi kiblat pembangunan setiap negara. Hal itu
akan berpengaruh besar terhadap kehidupan secara global. Sebagai biasnya muncul
segudang teori dan konsep ilmu pengetahuan dunia Barat yang masuk dalam
kesadaran umat muslim melalui berbagai transmisi. Misalnya dengan kelahiran
HAM,
Namun dalam
memahami hadist secara konseptual Secara umum M. Sa‛ad Ibrahim menjelaskan
bahwa batasan kontekstual meliputi dua hal, yaitu:
1. Dalam
bidang ibadah mahdlah (murni) tidak ada atau tidak perlu pemahaman
kontekstual. Jika ada penambahan dan pengurangan untuk penyesuaian terhadap
situasi dan kondisi, maka hal tersebut adalah bid`ah.
2. Bidang di luar ibadah murni (ghayr mahdlah).
Pemahaman kontekstual perlu dilakukan dengan tetap berpegang pada moral ideal
nas, untuk selanjutnya dirumuskan legal spesifik baru yang menggantikan legal
spesifik lamanya. Menurut Suryadi, batasan-batasan tekstual (normatif) meliputi:
a. Ide
moral/ide dasar/tujuan di balik teks (tersirat). Ide itu ditentukan dari makna
yang tersirat di balik teks yang sifatnya universal, lintas ruang waktu, dan
intersubjektif.
b. Bersifat
absolut, prinsipil, universal, dan fundamental.
c. Mempunyai
visi keadilan, kesetaraan, demokrasi, mu„âsyarah bi al-ma‟rûf.
d. Terkait relasi antara manusia dan tuhan yang
bersifat universal artinya segala sesuatu yang dapat dilakukan siapapun, kapan
pun dan di mana pun tanpa terpengaruh oleh letak geografis, budaya dan historis
tertentu. Misalnya “shalat”, dimensi tekstualnya terletak pada keharusan
seorang hamba untuk melakukannya (berkomunikasi, menyembah atau ber-ibadah)
dalam kondisi apapun selama hayatnya. Namun memasuki ranah “bagaimana cara
muslim melakukan shalat” sangat tergantung pada konteks si pelakunya.
Langka
Langkah Kontekstual Hadits
Dari
batasan-batasan yang telah dilalui maka langkah-langkah memahami Hadits secara
kontekstual sebagai berikut:
a. Memahami
teks-teks hadis atau sunnah untuk menemukan dan mengidentifikasi legal spesifik
dan moral ideal dengan cara melihat konteks lingkungan awalnya yaitu: Mekah,
Madinah, dan sekitarnya.
b. Memahami lingkungan baru di mana teks-teks
akan diaplikasikan, sekaligus membandingkan dengan lingkungan awal untuk
menemukan perbedaan dan persamaannya.
c. Jika ternyata perbedaannya lebih esensial dari
persamaannya maka dilakukan penyesuaian pada legal spesifik teks-teks tersebut
dengan konteks lingkungan baru, dengan tetap berpegang pada moral idealnya.
Namun jika ternyata sebaliknya, maka nas-nas tersebut diaplikasikan dengan
tanpa adanya penyesuaian.[8]
Dari Langkah-langkah tersebut diharapkan sebagai
acuan yang harus ditepati, agar tidak sampai terjadi penafsiran liar dan
memberikan pendapat hukum yang tidak sesuai, pada akhirnya hadis bisa dibawa
kemana angin bertiup, artinya mengikuti kepentingan manusia yang bersumber dari
hawa nafsu.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian di atas maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut. Pertama, Metode
pemahaman hadis adalah cara yang ditempuh seseorang untuk memahami atau
menafsirkan hadis Nabi saw. Interpretasi kontekstual adalah metode memahami
hadis berdasarkan latar belakang munculnya hadis (asbab al wurud) yang
dikaitkan dengan masa kekinian. Dan
dengan tetap dalam ketetapan yang telah ditetapkan dan harapkan sebagai acuan
yang harus ditepati, agar tidak sampai terjadi penafsiran liar dan memberikan
pendapat hukum yang tidak sesuai, pada akhirnya hadist bisa dibawa kemana angin
bertiup, artinya mengikuti kepentingan manusia itu sendiri.
Daftar
Rujukan
Departemen Pendidikan
Nasional. 2008. Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa).
Muhammad Asriady. . 2017.
Metode Pemahaman Hadis, ”Ekspose
Vol 16 No 1,( Januari-Juni).
Liliek Channa. 2011. Memahami
Makna Hadis Secara Tekstual Dan
Kontekstual, Ulumuna, Volume XV Nomor 2 Desember.
Edi Safri, Al-Imam
al-Syafi‟i. 1990. Metode Penyelesaian Hadis-Hadis Mukhtalif, Tesis
(Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta,).
Ramli
Abdul Wahid. 2015. Perkembangan Metode Pemahaman Hadis Di Indonesia, (Analytica Islamica,
Vol. 4, No. 2.
Hamim Ilyas. 2002. “Kontekstualisasi
Hadis dalam Studi Agama”, dalam Bunga Rampai Wacana Studi Hadis Kontemporer
(Yogyakarta: Tiara Wacana,).
[1] Departemen Pendidikan Nasional,
Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hal 952.
[2] Muhammad Asriady, Metode Pemahaman Hadis, ”Ekspose Vol 16 No 1,( Januari-Juni 2017), hal 315
[3] Liliek Channa, Memahami Makna Hadis Secara Tekstual Dan Kontekstual, Ulumuna, Volume XV Nomor 2 Desember 2011, hal 396
[4] Edi Safri, Al-Imam al-Syafi‟i: Metode Penyelesaian Hadis-Hadis Mukhtalif, Tesis (Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1990), 160.
[5] Ramli Abdul Wahid, Perkembangan
Metode Pemahaman Hadis Di Indonesia,
(Analytica Islamica, Vol. 4, No. 2, 2015: 231-243
[6] Liliek Channa
AW,Memahami Makna Hadis Secara Tekstual dan Kontekstual, Ulumuna Jurnal Studi
Keislaman, Volume XV Nomor 2 (Desember 2011), 396
[7] Hamim Ilyas, “Kontekstualisasi Hadis dalam Studi Agama”, dalam Bunga Rampai Wacana Studi Hadis Kontemporer (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), 176.
[8] Liliek Channa, Memahami Makna Hadis Secara Tekstual Dan Kontekstual, Ulumuna, Volume XV Nomor 2 Desember 2011, hal 410-412